Kamis, 20 Agustus 2009

DAPATKAN BUKU GRATIS DARI BUKUKITA.COM, CARANYA KLIK DISINI!!!

Don Juan de Marco, legenda akbar pecinta itu, konon pernah bilang, cinta sejati bukan berarti hanya sekali, cuma kepada satu hati. Setiap cinta punya kepenuhannya sendiri. Kubayangkan, ia mengatakannya dengan intonasi yang nakal, air muka yang angkuh.

Buat Don Juan – dan para pengikut Don Juanisme ;) – cinta adalah momen. Itulah api yang membakar Jack dan Rose sekian puluh jam di atas RMS Titanic, sebelum mereka terberai saat kapal raksasa itu menabrak bongkahan es. Adakah yang bisa menjamin, misalnya, andai mereka selamat sampai ke daratan Amerika, keduanya akan menjadi pasangan yang setia? Bukankah sangat mungkin Jack yang menawan akan terpikat dan memikat gadis lain begitu tiba di pelabuhan New York?

Dalam mahzab ini cinta adalah ledakan perasaan itu, ekstase itu, momen ketika setiap rongga rasamu dipenuhi pesonanya, ketika kau berharap waktu berhenti, dan selamanya kau berada di detik itu. Atas kehebatannya menciptakan momen itu, Don Juan kemudian meyandang gelar hebat itu; The World’s Greatest Lover. Dalam catatannya, seribu lima ratus dua wanita telah terpuaskan, telah kebagian momen.

Tapi Sang Don sendiri kemudian mengakui, yang ditebarnya sesungguhnya bukan cinta, tetapi kenikmatan. “I give women pleasure, if they desire, it is of course the greatest pleasure they will ever experience.”

*****

Sadar atau tidak, Don Juan kemudian dijadikan “imam” bagi banyak orang; lelaki, perempuan, dan mereka yang ada di antaranya. Membuat seseorang jatuh, merasakan kenikmatan ketika melihatnya mengejarmu terhuyung-huyung, memberinya momen itu, sebelum kemudian meninggalkannya, seolah dia cuma sebongkah batu kilometer dalam perjalanan panjangmu. Perih sesak seseorang yang terkurung di dalam momen itu, sama sekali tak lagi mengganggumu…

Perbuatan – atau penyakit? – yang sama sekali tak ada hubungannya dengan cinta. Justru sebuah kejahatan terburuk yang bisa dilakukan manusia.

Tapi mungkin benar, setiap kejahatan akan mendapatkan hukumannya; tidak sekarang mungkin nanti, dicatat sejarah atau berupa siksa dalam sunyi.

Atau jangan-jangan Don Juan memang tak pernah sungguh bahagia karena kebahagiaan sejati, mustahil bisa muncul dari derita orang lain. Jangan-jangan seringai tawa kemenangannya itu, adalah ekspresi keperihan Don Juan ketika sedang menghukum dirinya sendiri.

*****

“Dengan semua yang kulakukan kepadamu… untuk air matamu yang menetes hampir di setiap ujung malam… dengan keenggananku untuk berubah, bahkan sekadar dalam bentuk sumpah… mengapa masih bertahan?”

Kau tersenyum datar.

“Kalian laki-laki tak akan pernah mengerti. Aku tak bisa membayangkan harus berbagi hidup dengan orang lain. Tak bisa kubayangkan tubuhku dijamah tangan lelaki lain, anak-anakku bergelayut ke bahu lelaki lain. Dan dengan segala perih, harga diri yang terinjak-injak, air mata yang mengerak, aku selalu di sini, menunggumu pulang… “

“Bukan karena kau cinta yang selalu kudamba, tapi takdir yang harus kuterima. Mendapat takdir buruk itu menyedihkan, tapi… ” kau tersenyum, begitu lepas, sebelum melanjutkan, “setidaknya masih lebih baik daripada menjadi takdir buruk itu sendiri.”

http://nesia.wordpress.com/2008/02/27/jangan-buat-dia-jatuh-bila-kau-tak-sungguh-ingin-menangkapnya/

Dibaca : 353 kali

Artikel Terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar